Apa yang terjadi jika rumah dan dunia luar sama-sama tidak bersahabat?
Celotehan orang-orang yang sok tahu tentangmu ada dimana-mana. Sedangkan orang yang kau rasa sangat mengerti akan dirimu, menghilang entah kemana.
Pada saat itu lah dilema datang.
Kemana kita harus pergi? Atau justru tidak seharusnya kita pergi?
Hati dan pikiran kita kosong. Seakan menunggu sesuatu memenuhinya. Tapi apa? Pertanyaan ini pun aku sendiri tak mampu menjawabnya.
Sesaat kita ingin keluar dari suatu lingkungan yang kita sebut rumah. Ingin meninggalkan segala macam permasalahan didalamnya barang sejenak. Berniat mengumpulkan rasa dan kekuatan untuk menghadapinya nanti.
Tapi bisa kah kita mengahadapi kejamnya dunia luar tanpa seorang kawan? Mampukah kita menjalaninya sendiri? Huh, sayangnya aku meragukan itu.
Ketika kita melangkahkan kaki keluar, kita seakan melihat kebahagiaan. Melihat tawa kita, melihat orang yang kita cintai, melihat dunia yang kita harapkan. Tapi disaat kita mendekatinya, semua itu berangsur-angsur lenyap. Tentu saja. Itu hanya fatamorgana.
Temanmu tidak disana.
Orang yang kau cintai tidak disana.
Tawa dan ceriamu entah ada dimana.
Hanya satu yang bisa kau temukan disana, Dunia yang Kejam.
Takut?
Kita akan berbalik?
Kembali ke rumah yang bahkan tidak membuat kita hidup? Rumah yang hanya akan membatasi jalan dan pikiran kita?
Sejujurnya aku pribadi tak ingin melakukan itu.
Lantas, kemana kita harus melangkah?
Menerobos kejamnya dunia? Atau memutar badan dan kembali ke home 'hell' home?
Seringkali kita tidak menyadari bahwa di tengah dua jalan itu, terdapat jalan sempit yang akan membimbing kita ke tempat yang tepat. Membawa kita ke satu tujuan yang pasti penuh dengan ketentraman hati. Jalan menuju Tuhan.
Walau sesempit, sepengap, segelap apapun jalan itu, tapi kelegaan dan kedamaian akan kau dapatkan di ujungnya.
Tak masalah apakah itu Masjid, Gereja, Pura, atau Kuil mungkin. Tujuannya tetap sama, Tuhan. Tuhan, yang memberikan cobaan itu. Dan pasti satu-satunya Dzat yang mampu mencabutnya.
Hanya perlu keikhlasan hati dan pikiran untuk merendahkan diri di hadapanNya. Katakan semua yang kita rasakan. Biarkan segala emosi mengalir seiring jatuhnya air mata kita.
"Tuhan, bantulah hambaMu yang rendah ini. Ampuni jika kami salah. Kuatkan kami menerima cobaan ini. Limpahkan kesabaran pada diri ini. Bimbinglah kami agar selalu berada di jalanMu. Jalan bagi orang-orang yang Kau berikan rahmat, bukan jalan bagi orang-orang yang salah. Kami mencintaiMu Tuhan"
Wednesday, August 8, 2012
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment